MAHASISWA DAN
SAMPAH
Studi kasus di
Universitas Brawijaya
(Menjadi
sosialis dengan tindakan sederhana, namun berdampak luar biasa)
Oleh Arum
Lailashafra
Kader 2012 IMM
UB Komisariat Fuurinkazan
Tulisan ini saya coba rampungkan guna memenuhi
penugasan dari RTL (rencana tindak lanjut) Darul arqom Madya cabang malang.
Suatu kebanggaan dapat berkontribusi pemikiran dan tertuah dalam tulisan ini.
Membahas permasalahan yang berbau sosial, akan sangat
banyak topik yang pasti muncul dan menarik untuk dibahas. Permasalahan kategori
global, besar, menengah ataupun kecil, seharusnya tak tanggung-tanggung kita
kupas dan berikan solusi terbaik kita sebagai kader bangsa kreatif inovatif.
Penulis akan sedikit, meski tak berbelit, akan menuangkan beberapa paragraf mengenai
satu problem sosial yang bagi banyak orang sepele. Memang kecil, tapi saya
sebut menggelitik untuk di bahas sebagai mahasiswa.
Mahasiswa dan sampah adalah sekilas gambaran tentang
fenomena sosial yang terjadi di masyarakat hampir seluruh dunia. Masalah yang
muncul hanya dari satu orang kemudian secara umum semua individu yang terus
menerus memproduksi atau di hasilkan setiap orang, setiap individu, setiap
makhluk hidup. Bagaimana lingkup mahasiswa yang semakin tahun bertambah jumlah
populasi termasuk menjadi aktor akan produksi sampah di tempat belajar mereka.
Kemudian mereka yang kurang berjiwa sosialis akan mudahnya menjadikan sampah
sebagai teman, habis manis sepah dibuang. Tak membahas lagi apasaja dampak dari
sampah itu sendiri. Karena kita sudah paham banjir akan terjadi, lingkungan
rusak, lingkungan menjadi kotor, dana ancaman-ancaman yang membahayakan.
Sekilas memang permasalahan sampah di Kota Malang
belum seperti kota-kota besar lain di Indonesia. Namun pernahkah kita berpikir
bahwa masalah sampah yang terjadi di kota – kota besar juga dapat terjadi
di Kota Malang ? Bukti dari pernyataan ini adalah dengan semakin banyaknya
sumber-sumber sampah yang bermunculan di Kota Malang. Perkembangan Kota Malang
menyebabkan banyak investor yang tertarik untuk mengembangkan usahanya.
Pembangunan usaha di bidang penginapan, penyedia kebutuhan pokok marak
bermunculan di kota ini. Menjamurnya mini market di Kota Malang merupakan
ancaman yang serius terhadap terhadap timbulnya sumber sampah yang dapat meningkatkan
volume sampah. Contohnya saja kawasan Jalan Tidar, setidaknya ada 7 mini market
yang berdiri. Setiap usaha ini jelas akan menghasilkan sampah setiap harinya
baik itu sampah organik maupun sampah anorganik. Itu baru satu kawasan, belum
kawasan lain yang ada di Kota Malang. Ancaman sampah ini juga berasal dari
semakin banyaknya hotel-hotel yang berdiri. Data Pemkot Malang menyebutkan
sampai dengan April 2013 terdapat 73 hotel di Kota Malang. Hotel menyumbangkan
sampah yang jumlahnya tidak bisa di katakan kecil. Hotel bisa menghasilkan
sampah dari bagian dapur, kamar yang intensitas pembuangannya boleh di katakan
setiap hari. Mini market dan hotel merupakan satu dari banyaknnya sumber-sumber
sampah lain di Kota Malang.
Dari tingkat mahasiswa sendiri, 1000-5000 mahasiswa
baru datang ke Malang untuk menuntut ilmu. Jumlah tersebut semakin menambah
populasi manusia dan volume sampah setiaap harinya. Ketika penulis sering
merasakan kegelisahan yang luar biasa akan seringnya raga intelektualis itu
memebiarkan plastik bekas makanan dan minuman mereka pada meja kursi, tanpa
adanya rasa peduli terhadap sampah tersebut. Sungguh bisa di katakan mereka
tidak sama sekali sosialis. Contoh kecil lainnya. Sedih sekali menyaksikan
mahasiswa yang katanya agent of change, agen perubahan, tapi suka buang sampah
sembarangan. Habis makan snack ringan, habis makan nasi, bungkusnya dibuang di
sana-sini.
Mungkin
benar kata Dee dalam novel Partikelnya bahwa manusia adalah virus bagi bumi.
Selama masih ada manusia di bumi ini, maka jangan harap bumi akan baik-baik
saja. Mustahil. Bayangkan saja, kampus sebesar UB misalnya Kampus yang jumlah
mahasiswanya mencapai 60ribu orang ini sehari menghasilkan sampah berapa?
Banyak!
Pasti banyak sekali.
Asumsikan
saja, jika dari 60ribu mahasiswa itu semuanya makan di warteg atau rumah makan
lainnya. Jika dalam sehari itu mereka makan satu kali saja yang dibungkus dan
dibawa pulang, di makan di kos, maka dalam sehari minimal ada 60ribu helai
kertas nasi yang mengotori bumi. Jika dibawanya pakai palstik, maka tambah lagi
sampahnya 60ribu helai plastik. Total 60ribu helai sampah. Mengerikan. Padahal,
apakah tidak bisa mereka membawa tempat nasi, tupper ware atau apalah, gunakan
itu untuk membungkus makanan jika ingin dimakan di kos. Saya dulu begitu.
Atau jika
ribet, makan saja di warungnya, pakai piring disana. Jadi kau tidak
menghasilkan sampah untuk bumi ini. Kau sudah hidup lama di bumi, sepuluh atau
dua puluh tahun lebih, banyak yang kau ambil darinya, tapi apakah pernah sekali
saja kau memikirkan bumi? Pernahkan kita memikirkan nasib bumi beberapa tahun
lagi? Semoga saja pernah.
Mungkin UB hanya satu yang saya contohkan, betapa
miris melihat fenomena mahasiswa tersebut. Layakkah mereka dikatakan agen of
change? Pemerintah mungkin memang sudah bekerja banyak untuk keberlangsungan
kenyamanan Malang. Dan di UB sendiri memang sudah memiliki aturan kebersihan
yang cukup bagus. Tetapi berbalik kembali dari tugas mahasiswa, salah satunya
sosialis. Teguras keras bagi mahasiswa sosialis peduli akan sampah. Sudah cukup
intelektual kita akan bidang yang kita pelajari, tapi kita dituntut untuk cukup
sosialis dimulai dari hal yang tersimpel, sederhana, tidak muluk namun
damapknya akan luar biasa.
Kendalikan diri untuk membuang sampah pada tempatnya,
ajak temen,saudara, sahabat, di lingkungan mahasiswa untuk saling menyadarkan. Kita
hidup dan berdiri di Kota ini. Kita berusaha dan bekerja di Kota ini.
Jangan biarkan Kota Malang menjadi Kota Sejuta Sampah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar