Kamis, 25 Agustus 2016

MAHASISWA DAN SAMPAH
Studi kasus di Universitas Brawijaya
(Menjadi sosialis dengan tindakan sederhana, namun berdampak luar biasa)
Oleh Arum Lailashafra
Kader 2012 IMM UB Komisariat Fuurinkazan

Tulisan ini saya coba rampungkan guna memenuhi penugasan dari RTL (rencana tindak lanjut) Darul arqom Madya cabang malang. Suatu kebanggaan dapat berkontribusi pemikiran dan tertuah dalam tulisan ini.
Membahas permasalahan yang berbau sosial, akan sangat banyak topik yang pasti muncul dan menarik untuk dibahas. Permasalahan kategori global, besar, menengah ataupun kecil, seharusnya tak tanggung-tanggung kita kupas dan berikan solusi terbaik kita sebagai kader bangsa kreatif inovatif. Penulis akan sedikit, meski tak berbelit, akan menuangkan beberapa paragraf mengenai satu problem sosial yang bagi banyak orang sepele. Memang kecil, tapi saya sebut menggelitik untuk di bahas sebagai mahasiswa.
Mahasiswa dan sampah adalah sekilas gambaran tentang fenomena sosial yang terjadi di masyarakat hampir seluruh dunia. Masalah yang muncul hanya dari satu orang kemudian secara umum semua individu yang terus menerus memproduksi atau di hasilkan setiap orang, setiap individu, setiap makhluk hidup. Bagaimana lingkup mahasiswa yang semakin tahun bertambah jumlah populasi termasuk menjadi aktor akan produksi sampah di tempat belajar mereka. Kemudian mereka yang kurang berjiwa sosialis akan mudahnya menjadikan sampah sebagai teman, habis manis sepah dibuang. Tak membahas lagi apasaja dampak dari sampah itu sendiri. Karena kita sudah paham banjir akan terjadi, lingkungan rusak, lingkungan menjadi kotor, dana ancaman-ancaman yang membahayakan.
Sekilas memang permasalahan sampah di Kota Malang belum seperti kota-kota besar lain di Indonesia. Namun pernahkah kita berpikir bahwa masalah sampah yang terjadi di kota – kota besar  juga dapat terjadi di Kota Malang ? Bukti dari pernyataan ini adalah dengan semakin banyaknya sumber-sumber sampah yang bermunculan di Kota Malang. Perkembangan Kota Malang menyebabkan banyak investor yang tertarik untuk mengembangkan usahanya. Pembangunan usaha di bidang penginapan, penyedia kebutuhan pokok marak bermunculan di kota ini. Menjamurnya mini market di Kota Malang merupakan ancaman yang serius terhadap terhadap timbulnya sumber sampah yang dapat meningkatkan volume sampah. Contohnya saja kawasan Jalan Tidar, setidaknya ada 7 mini market yang berdiri. Setiap usaha ini jelas akan menghasilkan sampah setiap harinya baik itu sampah organik maupun sampah anorganik. Itu baru satu kawasan, belum kawasan lain yang ada di Kota Malang. Ancaman sampah ini juga berasal dari semakin banyaknya hotel-hotel yang berdiri. Data Pemkot Malang menyebutkan sampai dengan April 2013 terdapat 73 hotel di Kota Malang. Hotel menyumbangkan sampah yang jumlahnya tidak bisa di katakan kecil. Hotel bisa menghasilkan sampah dari bagian dapur, kamar yang intensitas pembuangannya boleh di katakan setiap hari. Mini market dan hotel merupakan satu dari banyaknnya sumber-sumber sampah lain di Kota Malang.
Dari tingkat mahasiswa sendiri, 1000-5000 mahasiswa baru datang ke Malang untuk menuntut ilmu. Jumlah tersebut semakin menambah populasi manusia dan volume sampah setiaap harinya. Ketika penulis sering merasakan kegelisahan yang luar biasa akan seringnya raga intelektualis itu memebiarkan plastik bekas makanan dan minuman mereka pada meja kursi, tanpa adanya rasa peduli terhadap sampah tersebut. Sungguh bisa di katakan mereka tidak sama sekali sosialis. Contoh kecil lainnya. Sedih sekali menyaksikan mahasiswa yang katanya agent of change, agen perubahan, tapi suka buang sampah sembarangan. Habis makan snack ringan, habis makan nasi, bungkusnya dibuang di sana-sini.
Mungkin benar kata Dee dalam novel Partikelnya bahwa manusia adalah virus bagi bumi. Selama masih ada manusia di bumi ini, maka jangan harap bumi akan baik-baik saja. Mustahil. Bayangkan saja, kampus sebesar UB misalnya Kampus yang jumlah mahasiswanya mencapai 60ribu orang ini sehari menghasilkan sampah berapa?
Banyak! Pasti banyak sekali.
Asumsikan saja, jika dari 60ribu mahasiswa itu semuanya makan di warteg atau rumah makan lainnya. Jika dalam sehari itu mereka makan satu kali saja yang dibungkus dan dibawa pulang, di makan di kos, maka dalam sehari minimal ada 60ribu helai kertas nasi yang mengotori bumi. Jika dibawanya pakai palstik, maka tambah lagi sampahnya 60ribu helai plastik. Total 60ribu helai sampah. Mengerikan. Padahal, apakah tidak bisa mereka membawa tempat nasi, tupper ware atau apalah, gunakan itu untuk membungkus makanan jika ingin dimakan di kos. Saya dulu begitu.
Atau jika ribet, makan saja di warungnya, pakai piring disana. Jadi kau tidak menghasilkan sampah untuk bumi ini. Kau sudah hidup lama di bumi, sepuluh atau dua puluh tahun lebih, banyak yang kau ambil darinya, tapi apakah pernah sekali saja kau memikirkan bumi? Pernahkan kita memikirkan nasib bumi beberapa tahun lagi? Semoga saja pernah.
Mungkin UB hanya satu yang saya contohkan, betapa miris melihat fenomena mahasiswa tersebut. Layakkah mereka dikatakan agen of change? Pemerintah mungkin memang sudah bekerja banyak untuk keberlangsungan kenyamanan Malang. Dan di UB sendiri memang sudah memiliki aturan kebersihan yang cukup bagus. Tetapi berbalik kembali dari tugas mahasiswa, salah satunya sosialis. Teguras keras bagi mahasiswa sosialis peduli akan sampah. Sudah cukup intelektual kita akan bidang yang kita pelajari, tapi kita dituntut untuk cukup sosialis dimulai dari hal yang tersimpel, sederhana, tidak muluk namun damapknya akan luar biasa.
Kendalikan diri untuk membuang sampah pada tempatnya, ajak temen,saudara, sahabat, di lingkungan mahasiswa untuk saling menyadarkan. Kita hidup dan berdiri di Kota ini.  Kita berusaha dan bekerja di Kota ini. Jangan  biarkan Kota Malang menjadi Kota Sejuta Sampah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar